Anak pelangi itu, suka sekali sendiri
Anak itu, suka sekali menunggu
Anak itu, suka sekali menyerahkan segalanya pada siapapun
Berapa lama pun aku mengenalnya, dia memang persis seperti itu
Ketika dia gemar memandangi kehidupan di sekitarnya, melalui sebuah jendela raksasa, sebuah kehidupan yang terlihat hangat dari hatinya
Anak itu hanya duduk diam
Namun kehidupan di sekelilingnya melaju dengan sangat pesat
Kulihat air mukanya
Dia seperti anak manusia yang kelelahan menghadapi cepatnya laju waktu
Anak itu lalu mengeluh karena waktu begitu gesit berlalu
Apakah ke-hampir-sempurnaan manusia tetap tidak bisa mengatasinya?
Apakah waktu menandingi makhluk yang hampir sempurna di jagat raya ini?
Anak itu luluh oleh waktu
Kalah mengejar cepatnya waktu berlalu
Tik.. tok.. tik.. tok..
Sang anak telah lumpuh
Detik demi detik di depan jendela telah berlalu dengan sia-sia
Anak terkalahkan
Kini air matanya menetes satu demi satu
Hingga kering seluruh keningnya
Anak ini menyesali waktu dan kehidupannya yang melaju lebih cepat dari apa pun
Setiap detik nya berlalu buru-buru
Hingga anak ini kehilangan keluarganya
Bukan secara fisik, tapi secara ruhani, keluarga di sekelilingnya mulai pudar
Catatan seorang anak anti sosial di ujung bukit
Jember, 08 Februari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar