Lahir selisih 2 tahun, di tanggal yang sama, kupanggil dia Abang. Aku pada pukul 9 malam, tepat di hari yg sama saat Abang berusia 2 tahun.
Abang adalah teman ku di kala senang, sedih, berhasil, atau saat gagal. Aku mengenalnya kurang lebih 4 tahun yang lalu, saat masa-masa kami masih ospek di kampus ku di jogja. Waktu itu dia menjadi sekretaris acara bakti sosial, sedangkan aku menjadi koordinator publikasi, dokumentasi dan desain. Kami mulai mengenal dan banyak berinteraksi kala itu. Kami pun menjadi teman baik setelah melewati banyak debat dan gesekan selama kepanitiaan.
Abang orang yang paling baik yang pernah kukenal. Dan aku org yg jahat, meninggalkannya di jogja setelah setahun kami berteman, untuk melanjutkan studi di tempat lain yang jauh di jember. Padahal, aku tidak yakin akan bahagia dan menemukan orang baik sepertinya di jember, tapi aku nekat berangkat dan meninggalkan harta berhargaku di jogja, yaitu teman, teman yang tulus.
Aku ingat, Abang selalu berusaha mengerti aku duluan, padahal aku selalu tidak pengertian. Tapi katanya, aku telah menyumbangkan banyak senyum dan tawa di pertemanan kita. Buatnya itu sudah sama. Dalam berteman, tidak seharusnya semua orang bersifat sama. Tetapi setiap orang harus memberi agar pertemanan itu hidup. Bagi kami, Abang yang memberi perhatian lebih karena dia memiliki itu. Sedangkan aku yang memberi tawa lebih karena ternyata aku memiliki itu.
Selain itu, kita juga sering bertukar tanda tangan. Katanya, latihan dulu kalau suatu hari butuh nitip absen. Hehe. Sering memang, salah satu dari kami terpaksa bolos tapi sudah tidak punya jatah bolos. Daripada terancam tidak bisa ikut ujian dan terpaksa mengulang krn absen tidak memenuhi, kami jadi terpaksa saling mengabsenkan (jangan ditiru ya, kami sudah nggak begitu kok, hehe). Pernah suatu hari kakekku meninggal dunia di hari senin. Aku mau tidak mau harus bolos kelas dan pulang ke ngawi. Abang pun membantuku menandatangi absensi kelas supaya aku tidak ketahuan bolos. Kadang, sering, aku jg mengabsenkan Abang kalau dia sedang pulang ke kampungnya karna urusan penting. Kadang juga tidak masuk karena sakit. Di kampus kami, sakit tanpa keterangan dokter tidak akan diterima sebagai alasan izin. Dan kami sering malas untuk ke dokter ketika sakit. Kami lebih memilih istirahat total dan tidak masuk kelas, karena toh masih bisa TA (titip absen). Hehe. Jangan ditiru ya!
Kalau sakit, Abang tidak hanya TA kan aku, tapi dia pasti datang ke kos membawakan makanan. Kadang Abang tanya dulu aku lagi selera makan apa. Pernah aku minta sate, batagor, siomay, jus buah dan abang pasti membelikan sesuai pesanan. Karena jaman dulu belum ada go food ya, kalau ada sudah pasti aku ndak mau merepotkan Abang karena kosku itu jauh sekali dari kosnya. Di lain kesempatan, ketika Abang sakit, dia selalu larang aku datang. Katanya sudah ada teman2 kosnya, mereka baik2 banget, pasti merawat Abang kalau Abang sakit. Aku jg kenal dengan teman2 kosnya Abang. Ada yg jago banget masak. Temannya itu sering masakin buat orang serumah. Kadang aku maen kesana dan disuruh nyicip, kadang malah disuruh makan sampe kenyang. Temannya itu orang riau, masakannya enak-enak lho.
Aku senang sekali berteman sama Abang ini. Selalu menawariku bantuan aku kalau aku lg sulit dan malu bilang. Kayaknya baru Abang, orang pertama yang mau mengerti aku sampai segitunya. Yang paham kalo aku orangnya gengsian, selalu menawari duluan, tp nggak pernah menyinggung tentang kegengsianku. Yang paham kalo aku orangnya minderan, selalu menyemangati duluan, tanpa menyinggung tentang kerendah dirianku. Yang paham kalo aku orangnya suka cari perhatian, selalu bertanya kabar duluan, tanpa menyinggung manjanya aku kepada sembarang orang.