Mengapa aku seperti minder?
Perasaan ini sudah mulai aku rasakan sejak 4 tahun yg lalu. Pertama kali muncul sejak aku menjalani ospek fakultas sebagai maba di FK UNEJ. Lain sekali dengan ospek yang aku jalani di gadjah mada. Di saat dulu aku merasa begitu bangga dengan almamaterku dan jogja, tapi lantas kenapa aku justru merasa tertekan dan kerdil dgn almamaterku yg baru dan jember?
Dulu kupikir perasaan minder itu muncul karena aku dipaksa masuk fk. Aku menyalahkan orang2 yang memaksaku masuk fk. Aku pun menyalahkan diriku yg begitu nurut dan tanpa pikir panjang mau meninggalkan studi pertanian ku di ugm. Bodohnya, aku jadi lupa untuk mensyukuri setial nikmat yg Allah beri padaku. Setiap hari aku hanya mengeluh dan seolah paling menderita dengan keadaanku. Rasa minder pun lambat laun menggerogoti fisik dan hatiku.
Sakit menjadi sahabat setia sejak aku pindah merantau ke tanah Jember. Mundur jadi kata favorit di setiap kesempatan yang datang padaku di Jember. Lari adalah pilihan terbaik saat masalah menderaku. Diriku kini begitu sakit dan lemah karena pilihan-pilihan bodoh yang kuambil sendiri selama 4 tahun terakhir. Semua karena aku kurang bersyukur. Membuatku jd sesak dan kurang percaya diri. Membuatku benar2 jadi tidak memiliki kelebihan apapun karena terlampau fokus pada penderitaan. Padahal penderitaan ini tidak seberapa.
Tapi tidak, anehnya, pada saat bersama orang-orang tertentu, kepercayadirianku dengan mudah muncul. Ketika bersama sobat-sobat pengajar dari UJAR, ketika bersama teman sekamarku Sukma, atau ketika bersama senior2 dan junior2 di UJAR. Real definition of nyaman! Sehingga aku ga minder di depan mereka. Sehingga klo ku tidak salah ingat, justru lebih banyak karya yg kutorehkan di UJAR ketimbang di BEM yg mana sebetulnya aku lbh di posisi penting di BEM.
Aneh jika dipikir kembali.
Tapi kini aku mengerti. Kunci dari rasa percaya diri masih belum kumiliki.
Aku hanya pede ketika aku merasa dicintai oleh orang lain. Namun aku tidak mudah membuat diriku yakin bahwa aku dicintai. Padahal, soal merasa ini adalah hal yang subjektif sekali. Aku yg super baperan, pasti terlalu muluk untuk mendefinisikan perasaan cinta orang lain terhadap ku.
Sedikit saja aku merasa diperlakukan berbeda, ku akan menarik diri dari mereka. Sedikit saja aku tidak mampu menyamai warna, aku lantas mundur dari persahabatan mereka. Aku masih menunggu orang lain datang. Dan aku terlalu mengamati perlakuan terhadapku, mengartikan nya sebagai bentuk rasa suka atau pun tidak, sesuka hatiku. Akhirnya, kuakui, selama ini aku telah terjebak oleh definisi yang kubuat sendiri. Oleh definisi yg begitu sempit dan miskin. Yang akhirnya membunuh perlahan rasa bangga ku. Menghilangkan sama sekali rasa yakin pada diriku sendiri.
Kemarin, baru saja, YouTube memberiku kabar gembira. Rasa minder ini ada obatnya. Meski terlanjur dalam mengakar tetap bisa dicabut. Perlahan. Bahkan akar bangunan kokoh saja busa hancur ketika gempa tektonik skala besar terjadi. Maka, bayangkan saja rasa minder itu dapat hilang, asal ada kemauan yg besar. Asal ada usaha yang besar.
Wahai rasa minder, berbaik-baiklah denganku, perpisahan kita harus terjadi entah dalam waktu dekat atau jauh, dengan perpisahan yang indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar