Rabu, 26 September 2012

indah papuamu untungnya buatku

Negeri Papua terkenal dengan keindahan panorama alam dan kekayaan sumber daya alamnya. Semua orang tahu, betapa tinggi puncak Jaya Wijaya disana. Betapa kaya gunung-gunung itu dengan flora dan faunanya. Semua orang tahu. Betapa kaya kandungan logam mulia disana. Betapa melimpah logam emas, perak, dan uranium yang banyak digemari orang untuk penelitian nuklir mereka. Namun, tidak semua orang tahu, betapa tidak adilnya dunia pada rakyat Papua.
Sungguh ironi pada kenyataannya. Kekayaan yang melimpah ruah itu, habis dinikmati oleh bedenah-bedebah dunia yang haus akan harta. Rakyat Papua banyak yang hidup dengan segala ketidakpastiannya.
Hanya segelintir orang Papua yang mengerti sekolah dan agama. Banyak dari mereka yang masih memakai koteka, baju tradisional mereka. Dan banyak sekali penyakit-penyakit yang mematikan tumbuh subur disana. Seperti malaria, demam berdarah, dan berbagai jenis penyakit kulit banyak menjangkit orang-orang disana. Tidak sedikit yang gaptek, tidak sekolah, dan tidak mengerti bahkan sedikit saja mengenai pentingnya menjaga kesehatan. Boro-boro menjaga kesehatan, kesehatan itu apa saja terkadang mereka tidak tahu.
Rakyat Papua, tentu rakyat Indonesia juga. Saudara kita juga. Apakah kita masih merasa pantas untuk bangga? Baju kita banyak yang baru dan modis, sedang saudara kita disana hanya punya koteka atau bahkan tidak sama sekali. Gadget kita banyak bermacam-macam, sedang saudara kita disana bahkan tidak tahu tekhnologi itu apa. Kita malas bersekolah, sedang saudara kita disana mau sekolah saja susah. Tidak ada sekolahnya, atau tidak ada yang mengajar.
Jadi, mari peduli dengan saudara kita disana! Sehingga terjadi Indonesia yang maju bersama-sama. Dan menuju Indonesia jaya dan luar biasa.

Kamis, 13 September 2012

Orde Baru dan Birokrasinya

Menjadi Presiden Selama 32 Tahun
Oleh Arifah Nur Hasanah XII IPA 4
Pernah membayangkan jika Anda menjadi ketua kelas di kelas yang sama selama 32 tahun berturut-turut? Pernahkah Anda membayangkan akan menjadi ketua OSIS di sekolah yang sama selama 32 periode kepengurusan? Saya taksir Anda akan lelah bahkan dalam menghadapi bawahan-bawahan Anda yang semakin lama semakin jauh lebih muda. Meski tidak diragukan lagi bahwa Anda akan dengan mudah dianggap sebagai ketua kelas dan ketua OSIS terhebat di beberapa masa, namun Anda akan kesulitan untuk mempertahankan kemaslahatan organisasi itu sendiri.
Sebuah organisasi terdiri dari berbagai macam struktur yang di dalamnya terdapat banyak sumber daya manusia menurut berbagai bidang spesialisasinya. Setiap orang bekerja dalam urusannya masing-masing untuk saling bekerja sama mencapai tujuan, visi, dan misi organisasi tersebut. Jika setiap tangan bekerja untuk kepentingan sendiri dan tidak saling mendukung, maka organisasi itu tidak akan bertahan lama.
Pemerintahan Orde Baru adalah salah satu contoh organisasi tua di negeri kita. Meskipun pergantian kabinet dilakukan setiap 5 tahun sekali, namun beberapa struktur di dalamnya tidak berubah bahkan sendi utama dalam organisasi tersebut, yakni Pak Harto yang menjabat sebagai sebagai presiden Republik Indonesia. Maka kiranya, tak salah jika kita anggap kabinet-kabinet dalam 7 periode pemerintahan Pak Harto ini sebagai sebuah kesatuan organisasi yang utuh dengan satu visi sama, mencapai kesejahteraan masyarakat Indonesia ala Orde Baru.
Namun, ternyata keadaan seperti ini memunculkan sesuatu yang semestinya tidak terjadi dalam pemerintahan, apalagi negara kita terhitung masih berusia belia. Yakni seperti dikutip dari wikipedia.org: “menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini merupakan kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif sebuah negara pasti hancur”.
Istilah “Asal Bapak Senang” atau disingkat ABS ini mengacu pada hubungan politik Pak Harto dengan para menteri dan bawahan-bawahannya. Perbedaan usia yang makin lama makin signifikan antara Pak Harto dan bawahannya inilah pemicunya. Mungkin di awal kepemimpinan Pak Harto, hubungan keduanya berjalan harmonis seperti sahabat dekat karena tidak ada jelang usia yang cukup kentara. Yakni pada Kabinet Pembangunan I dan II, perbedaan usia hanya beberapa tahun saja.
Berjalan selama 32 tahun, hanya Pak Harto dan sebagian kecil orang yang bertahan dalam struktur pemerintahan Orde Baru. Jika sang pemimpin bertambah umurnya 32 tahun, kemudian para menterinya masih muda-muda, jarak usia antara mereka akan jauh sekali. Karena itu, hubungan presiden dengan para menterinya tidak lagi sebagai sahabat dekat dan sebaya. Ada kecenderungan para menteri melihat beliau sebagai seorang pemimpin yang perlu diladeni. Singkatnya, lahir semacam sikap ABS tersebut di kalangan orang-orang yang seharusnya dekat dengan Pak Harto. Hal ini, menurut Emil Salim, Menteri Lingkungan Hidup pada masa Orde Baru, adalah yang terkadang menyebabkan Pak Harto tidak mendapatkan the full truth (kebenaran yang penuh) mengenai keadaan yang terjadi.
Pada suatu ketika, Pak Harto menyampaikan pidato dalam sidang DPR agar pemerintah tidak melakukan devaluasi rupiah. Saat itu, masalah devaluasi menjadi masalah politik negeri. Jadi, persoalan tersebut beliau sampaikan dalam salah satu pidato politiknya. Namun, beberapa bulan kemudian, keadaan ekonomi dunia berubah.
Karena perubahan itu, devisa turun dan neraca pembayaran pun menjadi tidak seimbang alias berkurang. Akibatnya, nilai rupiah lebih rendah terhadap dolar AS dan orang-orang akan berbondong-bondong membeli dolar dengan rupiah. Kalang kabutlah pemerintahan Indonesia. Untuk itu devaluasi harus dilakukan, tapi celakanya pihak pemerintah yang berwenang tidak berani melakukannya karena janji presiden untuk tidak melakukan devaluasi pada  sidang DPR silam. Di sisi lain, mereka berpendapat jika tetap diteruskan seperti ini, babak belurlah negara Indonesia.
Maka dari itu, mereka memutuskan untuk menghadap Pak Harto mengenai persoalan ini. Mereka menjelaskan semuanya, termasuk pilihan-pilihan kebijakan yang ada. Mereka berkata bahwa salah satu pilihannya adalah devaluasi.
Kemudian beliau bertanya, ''Mengapa begini?"
Mereka menjawab, ''Untuk devaluasi, masalahnya karena Bapak beberapa waktu lalu yang menjanjikan secara resmi kepada DPR untuk tidak mendevaluasi.”
''Lho, apa hanya karena saya berjanji, lantas negara jadi korban? Ya, tidak bisa begitu," tutur Pak Harto kemudian.
Pak Harto juga menyatakan bahwa jika beliau keliru, wajib untuk memberitahukan kekeliruan sekecil apapun itu kepada beliau. Dari sini bisa dilihat bahwa Pak Harto mengambil keputusan berdasarkan informasi yang diterima dari para menteri dan aparat pemerintah lainnya. Jika informasi yang disampaikan salah atau tidak lengkap, keputusan yang diambil juga jadi salah.
Struktur pemerintahan pada zaman itu tertata rapi di awal, namun semakin lama semakin rapuh dan salah kaprah. Antara lain disebabkan karena adanya budaya ABS di kalangan “pembantu-pembantu” presiden dalam memegang tampuk pemerintahan negara. Jika ada masalah, baik itu di dalam maupun luar negeri, terkadang pemaparannya tidak lengkap serta kurang jujur dan pengusulan langkah-langkah kebijakan pun sangat kurang. Padahal masalah yang dihadapi Pak Harto sangatlah banyak baik itu dari dalam maupun luar negeri. Sendirian berjuang adalah hal yang mustahil bisa dilakukan dengan maksimal. Sehingga, informasi-informasi yang diberikan oleh para menteri sangat vital artinya bagi Pak Harto dalam memecahkan masalah negeri.
Di akhir-akhir masa Orde Baru, hal-hal kecil seperti ini banyak terjadi. Para menteri sering tidak lengkap dalam memaparkan masalah yang harus diselesaikan. Langkah-langkah yang diambil kebanyakan berorientasi pada pemikiran jangka pendek. Dalam penyampaiannya, persoalan jangka panjang seolah-olah terdesak oleh kepentingan jangka pendek. Hal ini menyebabkan, kabar-kabar yang sampai di meja presiden terpengaruh oleh menteri yang lebih melihat  satu kepentingan jangka pendek, pandangannya sendiri, dan kepentingan kelompoknya. Akhirnya, kepentingan jangka panjang dan rakyat dikesampingkan. Dan berubahlah peta pengambilan keputusan itu.
Menjadi pembantu presiden itu seharusnya bersikap jujur, mampu memberikan semua pilihan, tidak main politik sendiri, dan tidak “buang badan” jika terjadi sesuatu.
Namun, yang terjadi di akhir-akhir masa Orde Baru adalah sebaliknya. Saat perekonomian Indonesia mulai tampak jatuh dan krisis semakin merajalela, banyak  menteri yang mengundurkan diri dengan hanya memikirkan keselamatan diri dan keluarganya. Sungguh naif, negeri saat itu sedang dalam masa kritisnya, namun siapa peduli? Menteri-menteri itu malah pergi mengurusi dirinya sendiri. Bahkan Pak Harto pun mengundurkan diri dan menunjuk B.J. Habibie yang saat itu menjadi wapres untuk menggantikan posisinya.
Pak Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Pak Harto akibat salah urus pada masa Orde Baru. Keran kebebasan dibuka. Semua orang boleh berbicara. Demokrasi yang sesungguhnya untuk Indonesia telah diterapkan oleh Pak Habibie. Namun, yang terjadi adalah protes, kecaman, dan ancaman rakyat kepada pemerintah bermunculan di setiap sudut negeri. Hingga puncaknya pada tuntutan reformasi tahun 1998 yang menandakan berakhirnya masa Orde Baru dalam sejarah negara Republik Indonesia.
Kesimpulannya, kepemimpinan yang terlalu lama menyimpan kelebihan dan kekurangannya sendiri. Dan dalam kasus Pak Harto, kekurangan memenangkan laga dalam mempertahankan Indonesia Sang Macan Asia. Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, seperti yang telah difirmankan oleh-Nya dalam Al-Qur’an Al-Karim. Oleh karena itu, sungguh bijak jika kita mengambil hikmah dari sejarah tersebut. Seperti yang dilakukan oleh Pak Habibie sekaligus  dalam menjawab tuntutan reformasi. Yakni dengan dibuatnya Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua kali periode.
Bangsa yang baik adalah ia yang belajar dari sejarah negaranya sendiri. Ayo kita tinggalkan segala bentuk berlebih-lebihan dalam segala sesuatu kecuali dalam memberi dan berbagi!

Senin, 03 September 2012

masalah ku 12 SMA

sekarang saya udah kelas 3. masalah-masalah yang saya hadapi makin beragam dan jauh berbeda dengan saat saya masih kelas 1 atau kelas 2 SMA. berikut ini list-nya..

1. Mau kuliah dimana?
2. Mau kuliah apa?
3. Besok mau kerja apa?
4. Besok mau ma