Jumat, 21 Juni 2019

Memaafkan yang Lebih Sulit

Memaafkan yang lebih sulit dari meminta maaf. Karenanya Allah menyuruh hambaNya saling memaafkan, bukan saja saling meminta maaf. Karena memaafkan butuh keikhlasan yang amat suci, sedangkan meminta maaf cukup dengan keberanian dan tidak terlalu peduli. Ah, yang penting aku sudah minta maaf kok!

Maka bagaimana sulitnya memaafkan itu?

Tidak pernah bisa kita bayangkan sendiri. Bagaimana seorang anak yang divonis dokter menderita HIV, karena ibu yang melahirkannya menderita HIV juga. Dimana anak ini akan seumur hidup bergantung pada obat-obatan, jarum suntik, dan petugas kesehatan. Bukan karena kesalahannya, tapi akibat kedua orang tua nya berbuat kesalahan di masa lalu. Walau begitu menderitanya kedua orang tua anak tersebut, setiap hari semakin merasa bersalah karena telah mewariskan penyakit biadab itu kenapa anak mereka. Betapa semakin lama perasaan bersalah itu menggerogoti kesehatannya. Setiap waktu mereka diberi kesempatan, mereka ucapkan maaf setulus-ikhlas kepada anak mereka yang malang.

Tapi, apakah mudah bagi anak itu untuk memaafkan orang tuanya?

Nyata tidak setiap anak mampu. Tidak setiap anak diberi keluasan hati untuk memaafkan, kelapangan jiwa untuk menerima, dan rasa bersyukur karena meski begitu dia beruntung dibesarkan oleh kedua orang tuanya.

Begitu sulitnya memaafkan, jika ego kita terlalu besar. Begitu sulitnya memaafkan, bukan karena kesalahan orang lain yang terlalu besar.

Setiap permaafan itu bergantung pada bagaimana seseorang berhasil mengalahkan egoisme nya sendiri. Dan hanya Allah Yang Maha Esa, Maha Penolong, dan Maha Membolak-balikkan Hati. Selain kita berusaha mengikhlaskan, kita berdoa kepada Allah SWT agar dilapangkan. Insyaallah. Insyaallah.

Jangan Marah, kenapa?

Jika kita pikir, perasaan marah, dengki, benci, dan dendam kita pada seseorang itu memuaskan dan membuat semuanya jadi baik buat kita, menurutku tidak. Justru semua itu dapat menghancurkan segalanya yang kita capai.

Allah sengaja melarang hambaNya untuk marah. Laa taghdhab! Dia pula menjanjikan membersamai bagi hambaNya yang bersabar. Innallaha ma'ash shabiriin. "Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar."

Apa hikmahnya?

Sesungguhnya perasaan benci, sikap marah yang tidak terkendali, dengki, dendam yang terlalu lama, hasilnya tidak ada selain kehancuran. Perasaan-perasaan yang timbul karena tidak lain dari ego seseorang, hanya merubah hal yang kurang baik menjadi lebih buruk, bukannya tambah baik.

Dalam ilmu kesehatan yang ku tahu, perasaan yang muncul akibat seseorang mengedepankan ego dan emosinya terlebih dahulu, akan memicu suatu zat kimia adrenalin. Adrenalin yang akan memacu jantung untuk memompa lebih cepat. Tubuh jadi berkeringat. Penglihatan jadi lebih tajam. Berliur banyak. Dan tiba-tiba terasa di dada berdebar-debar. Debar yang kita anggap suatu reaksi keberanian kita untuk memenangkan ego tersebut, nyatanya lambat laun akan merusak dinamika normal kerja organ tubuh kita.

Saat jantung memompa lebih cepat, otot-otot jantung membutuhkan oksigen lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat, akibatnya pasokan oksigen menipis. Sebagian oksigen berubah menjadi radikal bebas sehingga memicu sel otot jantung untuk menghasilkan zat peradangan. Zat peradangan ini nantinya akan merusak satu demi satu sel jantung yang dipaksa bekerja berat, dengan memompa lebih cepat, dan lambat laun semakin rusak, persis seperti mesin yang telah aus.

Tidak sampai disitu, karena darah dipompa terlalu cepat, untuk mengalirkan oksigen ke seluruh bagian tubuh, maka oksigen tidak dapat sepenuhnya disalurkan. Hal ini berakibat sel-sel di beberapa bagian tubuh kekurangan oksigen, kekurangan oksigen membuat sel tidak dapat bertahan hidup. Selayaknya kita yang cepat mati dalam 3 menit jika tidak bisa bernapas atau tidak mendapat oksigen.

Maka, apa hikmahnya?

Karena marah membuat sel-sel di tubuh kita rusak. Selain itu, marah membuat silaturrahmi kita dengan saudara kita menjadi terputus. Marah juga merusak nilai diri kita di hadapan orang lain dan di hadapan Allah SWT. Maka marah, serta kebencian, sebaiknya kita hindari. Dengan selalu rendah hati. Selalu jujur pada diri kita sendiri kalau setiap orang pasti pernah berbuat salah dan kurang, kita pun pernah merugikan dan menyakiti orang lain. Hanya bagaimana kita menyikapinya dengan sifat yang baik. Dengan bersabar. Dengan toleransi. Dengan pemahaman yang baik. Insyaallah.