Sabtu, 20 Oktober 2018

#mentalhealth Am I depressed?

Feeling uneasy, can't stop questioning why i'm not moving any where. Being stuck in my room for several days, didn't have any energy to say hi even to my roommate who I always meet every night.

Didn't have any appetites. I didn't have any plans.  But I'm grateful that I still breath, still can see every beauty from this world, the sky, the nature, the road, and the beautiful me. Mwehehe.

But, maybe, am I alone?

There's no one I can tell them about my worry. No one I can cry on their shoulder. No one I can share them all my opinion. I was afraid. Always feeling this was all frightened. Every morning seems cold. Every night seems so hard.

I need home. I need my mom, my dad, and my brother or sister. I just think that I couldn't go on my life again. I need to stop, to breath slower, to breath deeper. To think again what I'm gonna do later. To make my life happier.

Rabu, 10 Oktober 2018

#coasslife Pasien Pengabdian

Kali ini aku mau bercerita tentang pasien kasus ujianku di stase penyakit dalam. Seorang bapak, usianya 64 th, sebut saja Pak M.

Kenapa ku sebut pasien pengabdian, karena pengabdiannya terhadap ujianku lumayan, pengorbanannya yang begitu besar. Pak M. sebetulnya sudah dari awal menyadari bahwa dirinya menjadi pasien ujianku, kasarnya sih dibuat percobaan oleh seorang sarjana kedokteran bodoh yg sedang menimba ilmu di keprofesian. Kebetulan, Pak M. lah yang "beruntung" yang ditunjuk oleh dokter pembimbingku untuk menjadi pasien ujianku. Namun, qadarullah Pak M. tetap bersedia dan begitu sabar selama pemeriksaan oleh koas lamban seperti aku. Hehe.

Kata dokter konsulenku waktu itu, "Pak M., setelah ini kita diskusi di poli ya sama dokter mudanya. Nanti dokter mudanya yang periksa." Sambil bersalaman dengan Pak M. Aku pun tersenyum lebar (lebih karena kaget karena mendapatkan kasus yang sulit) dan memperkenalkan diriku kepada Pak M dan istrinya yang bercadar. Alamak, aku tak enak pada istrinya karena setelah ini aku bakal pegang2 Pak M. yang bukan mukhrimku, dan istrinya tahu akan hal itu.

Ujianku dimulai pukul 8 pagi. Aku, saat itu mencoba melemaskan diri dengan wawancara terlebih dahulu. Sambil sesekali aku selipkan beberapa gurauan, yang mungkin beberapa tidak lucu, tapi Pak M. tetap tertawa dan aku senang. Suasana ujianku menjadi tidak tegang dan begitu nyaman. Pak M. juga baik sekali, mau menjelaskan semua tentang dirinya dan sakitnya kepadaku, secara rinci dan berurutan. Pak M. juga tidak sungkan-sungkan ketika kuminta menunggu sebentar karena aku sambil membuat laporan pemeriksaan.

Aku jadi bingung. Kenapa ada orang sebaik ini padahal beliau sakitnya lumayan keras.

Beliau ini sudah sakit sejak usianya masih 56 tahun, yakni sekitar 8 th yang lalu. Kala itu Pak M. sedang melaut bersama teman-temannya, memancing ikan, dan memakan hasil tangkapannya sendiri yang disajikan dalam menu bakar-bakaran. Saat itu sebetulnya Pak M. merasa sehat. Namun, sepulang dari melaut, Pak M. muntah-muntah dan BAB nya menjadi berwarna hitam. Pak M. saat itu dilarikan ke puskesmas lalu dirujuk ke Rumah Sakit Daerah (RSD). Beliau divonis sakit Melena, yang saat itu beliau sebut penyakitnya bernama "Milenia", sambil mengaku kalau beliau agak lupa-lupa dengan sakitnya apa karena terlalu lama.

Pak M. sudah menjalani berbagai pemeriksaan seperti tes virus, tes rontgen, bahkan endoskopi. Istri bapak menjelaskan kalau hasil endoskopi menunjukkan ada saluran makan yang berlubang dan sering perdarahan. Pak M. sering masuk keluar rumah sakit karena melena dan harus melakukan transfusi 2 sampai 3 kantong. Hal ini sudah Pak M. jalani sejak 2 tahun terakhir.

Penyakit Pak M. sebetulnya adalah sirosis hati alkoholik yang justru tidak diketahui oleh Pak M. Hal ini sengaja tidak diberitahukan kepada pasien karena kondisi psikis yang kurang memungkinkan, sehingga dokter kala itu hanya menjelaskan kepada istri Pak M. Sepanjang sakit, Pak M. jg sangat tergantung pada istrinya yang diakuinya sangat sabar merawat Pak M. Istri menyuruh Pak M. berhenti merokok, berhenti minum soda, dan tidak minum legen lagi. Istri juga yang mengatur semua obat-obatan yg hrs diminum rutin dan mengatur menu diet Pak M. yang batasan-batasannya sangat banyak. Istri juga menyuruh Pak M. berhenti bekerja dan menggantikan penghasilan dengan membuka toko kelontong.

Bagiku, keluarga Pak M. adalah keluarga tempatku belajar sabar dan menerima. Pak M. dengan sakit yang begitu keras, mampu bertahan hingga 8 tahun, mungkin karena sikap sabar dan syukur nya selama mendapatkan penyakit itu. Pak M. bilang, kalau sakitnya ini sudah digariskan kisahnya oleh Allah SWT. Pak M. bersyukur karena sakitnya ini, dia dipertemukan oleh orang2 baik seperti dokter dan orang yg merawatnya. Pak M. juga bersyukur karena sakit jadi tidak bekerja jadi bisa selalu menemani istrinya. Selain itu, Pak M. bersyukur ini bukan kanker yang bisa langsung membuat akhir hidupnya.

Masyaallah.

Allah.. aku yang sehat menjadi sangat malu, tidak aku punyai sifat sabar dan ikhlas seperti Pak M.

Pemeriksaan ku kala itu berlangsung hampir 4 jam. 2 jam wawancara dan pemeriksaan fisik, dilanjutkan dengan pemeriksaan lab. Ku ambil darah Pak M., kala itu aku gagal berkali-berkali, di tangan kanan dan kiri. Karena kondisi bapak memang sangat lemah dan pembuluh darahnya kecil dan tipis. Mengambil darah jadi sangat sulit.

Bapak waktu itu berkata untuk menyemangatiku, "Gapapa mbak, bapak gak sakit, dicoba sampai bisa." Aku terharu. Sangat terharu. Sampai akhirnya aku bisa mengambil darah Pak M. melalui pembuluh yang di kaki. Alhamdulillah waktu itu sekali coba aku bs ambil, meskipun nyeri sekali, nyerinya berkali-kali lipat, tapi bapak tetap sabar dan tidak mengeluh.

Kemudian aku minta izin ke Pak M. untum melakukan pemeriksaan darah dan urin, dan akan memakan waktu sangat lama. Selama periksa lab itu, Pak M. mau saja kuminta untuk menunggu. Bahkan menurut ketika kuminta untuk tidur dulu saja karena pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan lab darah dan urinnya akan lama. Alhamdulillah.

Ujianku berakhir tepat setelah 4 jam. Kemudian dokter pengujiku datang dan mewawancarai aku dan Pak M. Ujianku hanya 15 menit di depan Pak M. lalu ujian selesai. Pak M. aku kembalikan ke kamar rawat inapnya. Ku hanya bisa mengucapkan terimakasih dan 2 kotak kue untuk bapak dan istri. Aku tidak bisa memberi apa-apa. Harapanku hanya, semoga saja nasihat dan masukanku untuk penyakit sirosis hati yang tadi kujelaskan selama pemeriksaan bisa bermanfaat untuk Pak M.

Barakallah, untuk Pak M. dan keluarga.

Senin, 08 Oktober 2018

#coasslife Pasienku Gila dalam Sholat dan Dzikirnya

Pasienku perempuan, panggil saja Ibu M, usianya 55 tahun ketika dia menderita gangguan di dalam pikir dan jiwanya. Pasienku datang ke IGD pada pukul 14.30, duduk menekuk lututnya, masih memakai mukena atas dan bawah yg tidak matching, dimana kulihat bibirnya yg ungu terus menggumamkan nama Tuhannya, Allah.

Laa ilaa ha illallah muhammadun rasulullah.

Allah.. orang ini sama sekali ndak kelihatan lemah atau sakit jd kenapa sampai dibawa kesini?

Dokter jaga IGD memanggil dan menyuruhku memeriksa pasien itu di ruang triase. Ruang triase seharusnya jadi tempat untuk menentukan level kegawatan pasien-pasien yang datang ke IGD. Namun karena semua bed di IGD sudah penuh, pasienku jadi prioritas terakhir utk ditempatkan di bed. Pemeriksaan pun kulakukan di meja triase. Pasiennya lalu ku tensi, ternyata tinggi waktu itu 150/100.

Kutanya ibu sakit apa, dia bilang dadanya begitu sakit, berpindah-pindah sepanjang lapang perut dan dada. Cara ibu mendefinisikan lokasi nyeri di dadanya itu tidak khas. Ibu terus menunjuk-nunjuk bagian yang sakit, kadang dengan telunjuknya, kadang dengan jempolnya, kadang jg dengan seluruh telapaknya ia tempatkan di lokasi dada yang nyeri. Aku jd agak sulit untuk menentukan apakah benar-benar nyeri dada karena sebab fisik, atau ibu ini hanya tipu2 krn kondisi psikis yang terganggu?

Pemeriksaan dada yang kulakukan semuanya normal. Tidak ada rhonki maupun wheezing yg mencirikan kelainan pada paru, pun tidak ada suara jantung tidak normal atau pembesaran di jantung ibu. Saya tanya lagi, sejak kapan nyeri begini, ibu bilang sejak dibawa ke sini. Seperti apa rasanya? Seperti ada yang terus memarahi. Siapa yang marah? Ya, semua orang. Mengapa mereka memarahi ibu? Nggak tahu.

Okay, I see. Ibu ini ada gangguan di pikirannya makanya dokter IGD suruh aku yang periksa, aku kala itu sebagai koas Psikiatri atau Ilmu Kesehatan Jiwa.

Ibu saya tanya sedang dimana, bisa menjawab ini di rumah sakit, ibu bahkan dengan semangat menjelaskan mana barat, timur, utara, dan selatan. Kata ibu, sana kulon kan, saya madep sana saya mau sholat asar ya bu Dokter. Ini sudah jam asar ya bu Dokter. Saya tadi sholat dhuhur tapi sama orang baju merah diseret dimasukkan mobil disuruh buru-buru saya, padahal belom sholat, belom mandi, belum pake mukena saya.

Baiklah, saya ijinkan ibu tsb sholat asar terlebih dahulu dalam posisi duduknya itu. Ibu kemudian menyetujui ide sholat sambil duduk itu. Toh, pikirku, ibu ini sudah tidak ada kewajiban untuk sholat kok, gak papa sesekali sholat di kursi triase ya, bu. Hehe.

Selama ibu sholat, aku mewawancarai keluarga, petugas sosial, dan perangkat desa yang mengantar pasien ke RS. Mereka bilang, jujur, membawa beliau kesini karena tingkah lakunya sejak tidak stabil sudah meresahkan masyarakat desa. Bahkan Ibu M ini sempat pergi tanpa pamit selama 13 hari, lalu ditemukan sudah dirumah anaknya di tempat yang terpaut 30 km jauhnya dari rumah ibu. Ibu M baru saja ditemukan dan kembali ke rumah 4 hari yg lalu. Lantas, Ibu M tinggal dirumah adiknya di desa dan dikeluhkan oleh adiknya bahwa ibu M ini sulit sekali disuruh tidur dan makan teratur. Kerjaannya sehari-hari adalah mengajak ngobrol sampai meracau sendiri dan marah-marah jika tidak berkenan pada yang menanggapi. Ibu M sering bikin keributan di mushola karena kebiasaannya tersebut. Selain itu, Ibu M sering ngintil orang-orang untuk memanen cabe di kebun milik tetangga dekat rumahnya dan disana pun banyak sekali meracau kadang marah-marah. Alasan warga mulai tidak nyaman adalah kekhawatiran jika Ibu M tiba-tiba melakulan kekerasan dari verbal menjadi fisik, akibatnya emosinya yang tidak stabil ini. Selain itu, keramaian Ibu M di mushola membuat jamaah tidak bisa khusyuk beribadah.

Adik pasien mengaku kalau Ibu M ini orangnya latah ke mushila setelah mendengar azan berkumandang, masyaalllah. Akan tetapi, sesampainya ke mushola, Ibu M lupa bahwa dia kesana untuk sholat berjamaah dan mengaji. Kadang yang Ibu M lakukan hanyalah meracau, seperti ingin mengajak ngobrol semua orang, tetapi bahasannya tidak karuan dan sulit sekali menyela pembicaraannya. Setelah itu, Ibu M akan terus di mushola hingga kelelahan dan ketiduran. Ibu M juga sering menumpang mandi, mencuci baju, dan makan di mushola. Makanan yang Ibu M makan berasal dari pemberian tetangga.

Begitulah. Ibu M dulunya dikenal sebagai orang yang rajin beribadah sholat dan puasa sunnah, selain itu rajin ikut yasinan dan sholawatan di langgar. Sebelum sakit, Ibu M merupakan janda dari perceraian suami yang kedua yang pernikahannya tidak memiliki anak. Sebelumnya, Ibu M pernah menikah dengan suami pertama namun bercerai 20 th yang lalu, dan hanya meninggalkan seorang anak saja. Anak Ibu M sekarang di luar negeri bekerja sebagai TKI dan jarang pulang ke Indonesia. Ibu M ini mulai sakit sejak 3 bulan yang lalu sejak perceraiannya yang kedua. Perceraian yang dipicu oleh himpitan ekonomi keluarga.

Terlepas dari penyakit jiwa yang Ibu M derita, da satu pelajaran besar yang aku terima selama merawat Ibu M di kamar pasien. Ibu M tetap rajin ke masjid rumah sakit setiap mendengarkan azan berkumandang, secara tidak sadar, namun sudah lebih terkendali karena diberi obat. Ibu M sulit sekali disuruh pulang ke kamar pasien sebelum petugas dokter atau dokter muda sendiri yang suruh karena mau pemeriksaan. Jadi, Ibu M ini sering sekali kutemukan tak sengaja di masjid. Kadang sambil membaca alquran, nemplok di salah satu tiang masjid, dan mulutnya terus komat kamit.

Masyaallah, batinku, ndak pernah bisa membayangkan dulu beliau orang yang seperti apa. Se-sholehah apa? Hingga Allah ndak mencabut nikmat ibadah dari beliau meskipun beliau kini sakit jiwa yg berat. Aku menangis. Malu karena jiwaku yang sehat, sering lupa untuk sholat tepat waktu. Bahkan sering lupa ketika mendengar azan, tidak otomatis menjawab nya dengan panggilan untuk sholat. Pun aku juga malu, lisan ini kebanyakan dibuat mengeluh, lupa untuk dibuat bersyukur, lupa untuk dibuat berdzikir, menyebut nama Allah yang telah murah hati memberiku kesehatan fisik dan jiwa, memberiku diri yang utuh.

Astaghfirullah. Astaghfirullah. Astaghfirullah.
Harus banyak introspeksi diri kalau sudah begini. Sedikit sibuk saja di koas, sudah ngeluh, sudah lupa sama waktu sholat, waktu ngaji, dan waktu dzikir. Semoga Allah melindungi para koas dari bahaya kesibukan dunia! Aamiin Yaa Rabbal Alamiin.